Rabu, 18 April 2012

PRINSIP COST HISTORT VS FAIR VALUE

Sebelumnya kita harus mengerti dulu apa itu historical cost dan fair value. Berikut penjelasannya.
Historical Cost.
Menurut Suwardjono (2008;475) biaya historis merupakan rupiah kesepakatan atau harga pertukaran yang telah tercatat dalam sistem pembukuan. Prinsip historical cost menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal dan biaya. Yang dimaksud dengan harga perolehan adalah harga pertukaran yang disetujui oleh kedua belah pihak yang tersangkut dalam tranksaksi. Harga perolehan ini harus terjadi pada seluruh traksaksi diantara kedua belah pihak yang bebas. Harga pertukaran ini dapat terjadi pada seluruh tranksaksi dengan pihak ekstern, baik yang menyangkut aktiva, utang, modal dan transaksi lainnya.
Fair Value.
Berdasarkan FASB Concept Statement No. 7 dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa fair value adalah harga yang akan diterima dalam penjualan aset atau pembayaran untuk mentransfer kewajiban dalam transaksi yang tertata antara partisipan di pasar dan tanggal pengukuran (Perdana, 2011) FASB, dalam Statement yang terbaru 157, pengukuran fair value mengesahkan fair value sebagai exit value, dengan tanda setuju dari IASB kepada beberapa reservasi minor : “ fair value adalah harga yang akan diterima dengan menjual satu aset atau yang dibayar untuk memindahkan suatu kewajiban dalam transaksi antara peserta-peserta pasar di tanggal pengukuran.” (Penman, 2007;33). Menurut Suwardjono (2008;475) fair value adalah jumlah rupiah yang disepakati untuk suatu obyek dalam suatu tranksaksi antara pihak-pihak yang berkehendak bebas tanpa tekanan atau keterpaksaan. Dengan demikian, fair value bukanlah nilai yang akan diterima atau dibayarkan entitas dalam suatu transaksi yang dipaksakan, likuidasi yang dipaksakan, atau penjualan akibat kesulitan keuangan. Nilai adalah nilai yang wajar mencerminkan kualitas kredit suatu instrumen.
Bagaimana sudah agak mengerti kan perbedaanya dari kedua metode penghitungan biaya tersebut ?
Pada kenyataannya, dunia bisnis lebih mengandalkan data-data pasar di banding dengan data-data historis, hal ini membuat angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan menjadi tidak handal lagi, laporan keuangan tidak dapat meng-capture kondisi keuangan saat ini dalam angka-angka yang disajikannya karena angka-angka tersebut merupakan refleksi dari masa lalu.

Pergeseran ini membuat para pakar akuntansi mulai memikirkan jalan keluar atas masalah ini, buat apa ada laporan keuangan yang dihasilkan dari aktifitas accounting tetapi pada akhirnya laporan keuangan tersebut tidak dapat berbicara dengan tepat.
Dimulai dari konvergensi akuntansi internasional yang sering membicarakan harmonisasi akuntansi antar Negara diseluruh dunia, mulai terpikir untuk memformulasikan standar acuan yang tepat untuk merubah mindset akuntansi ini. International Financial Reporting Standard (IFRS) yang saat ini telah menjadi acuan standar akuntansi di seluruh dunia. Didalam IFRS tersebut terlihat dengan jelas bagaimana akuntansi berubah dari historical value menjadi fair value (yang merupakan refleksi dari market value).

Sebagai contoh, misalnya tanah yang selama ini dinilai berdasarkan harga perolehan, di buku perusahaan dicatat sebesar 1 miliar, mungkin saja jika menggunakan harga pasar harganya bisa menjadi 2 miliar saat ini. Jadi sangat tidak tepat dalam mengukur kinerja jika menggunakan return on aset (ROA) berdasarkan harga perolehan tersebut. Contoh lainnya dalam memperoleh pinjaman sebesar 100 juta, perusahaan mengeluarkan biaya-biaya untuk mendapat pinjaman tersebut sebesar 6 juta, dalam historical value yang kita kenal selama ini pinjaman tersebut dicatat di buku perusahaan tetap sebesar 100 juta tanpa mempertimbangkan attributable cost tersebut, seharusnya jika di-netting, perusahaan hanya mendapat 94 juta bukan? Pengukuran kinerja solvabilitasnya tentu juga akan berbeda bila menggunakan kedua jenis pengakuan ini.
Dari contoh tersebut alangkah lebih tepat bila kita mengandalakan kondisi pasar dari pada sekedar catatan akuntansi, demikian juga dengan mengukur nilai perusahaan, alangkah lebih tepat memasukkan variable market value dari pada sekedar variable-variable akuntansi seperti net income, ROA, ROI, RI, DER, dll.
Informasi dalam laporan keuangan dinyatakan memiliki relevansi apabila informasi tersebut mampu mempengaruhi keputusan investor. Informasi juga dinyatakan memiliki reliabilitas yang tinggi jika informasi tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan dapat diuji kebenarannya oleh pihak lain. Akuntan meyakini bahwa jika laporan keuangan mampu memenuhi kedua karakteristik tersebut, maka laporan keuangan akan berguna dalam pengambilan keputusan investasi.

Namun apabila laporan keuangan menggunakan metode historical costing, maka dipandang akan mengurangi aspek kualitas relevansi, sehingga laporan keuangan tersebut tidak dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Oleh sebab itu fair value muncul untuk mengatasi kekurangan historical cost. Namun fair value tidak dapat sepenuhnya berguna untuk pengambilan keputusan karena tidak memiliki reliabilitas. Baik historical cost maupun fair value mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Karna perdebatan ini maka historical cost sampai sekarang masih digunakan.

SAK KONVERGAN KE IFRS

Perkembangan Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS)

International Financial Reporting Standards (IFRS) menjadi trend topic yang hangat bagi
akuntan dan top manajemen pada perusahaan-perusahaan yang sudah terjun di Bursa Efek
global dan juga para akademisi serta para Auditor yang akan melakukan pemeriksaan pada
perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan IFRS tersebut. Maka pada tanggal 17-22
Januari 2011 telah diadakan Pelatihan Internasional ¡§TOT¡¨ untuk IFRS dan Penyusunan
Kamus Akuntansi Indonesia yang diselenggarakan oleh Penelitian dan Pelatihan Ekonomika
dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.
Pada pelatihan tersebut ada banyak hal menarik yang disampaikan oleh para pembicara dari
anggota DSAK IAI dan akademisi UGM yaitu Dr. Setiyono, Kantor Akuntan Publik PWC
Djohan Pinnarwan, SE., BAP, dari Akademisi UGM yaitu Prof. Dr. Slamet Sugiri, MBA dan
Prof. Dr. Suwardjono, M Sc. Pada Pelatihan tersebut secara umum peserta yang berpartisipasi
sebagian besar adalah para akademisi dan staf akuntansi dan Auditor.
Sebelum membahas lebih detail tentang perkembangan di Indonesia, tentu kita akan bertanya
kenapa di Indonesia harus melakukan konvergensi IFRS? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut tentu tidak lepas dengan kepentingan global yaitu agar dapat meningkatkan daya
informasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan di Indonesia disamping itu
Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20
forum, Hasil dari pertemuan pemimpin negara G20 forum di Washington DC, 15 November
2008 secara prinsip-prinsip G20 yang dicanangkan sebagai berikut:
1. Strengthening Transparency and Accountability
2. Enhancing Sound Regulation
3. Promoting integrity in Financial Markets
4. Reinforcing International Cooperation
5. Reforming International Financial Institutions
1. Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia.
Pada periode 1973-1984, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah membentuk Komite
Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang
kemudian dikenal dengan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).
Pada periode 1984-1994, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan
kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang akhir 1994,
Komite standar akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia
dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan
interpretasi atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar
akuntansi keuangan, yang sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB.
Pada periode 1994-2004, ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan
Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk
menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar
akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk
menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS.
Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan lainnya dibuat sendiri.
Pada periode 2006-2008, merupakan konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai
tahun 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara
berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Proses
revisi dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April
2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun
2006 dalam kongres IAI (Cek Lagi nanti) X di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh
IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua
standar IFRS pada tahun 2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak mudah. Sampai
akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33
standar.
Berikut adalah Roadmap konvergensi IFRS di Indonesia:
PSAK disahkan 23 Desember 2009:
1. PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan
2. PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas
3. PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan
Tersendiri
4. PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi
5. PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
6. PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entitas Asosiasi
7. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan
Kesalahan
8. PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
9. PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
10.PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi
yang Dihentikan
Interpretasi disahkan 23 Desember 2009:
1. ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
2. ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas
Serupa
3. ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan
4. ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik
5. ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer
PSAK disahkan sepanjang 2009 yang berlaku efektif tahun 2010:
1. PPSAK 1: Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi
Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan
Tol
2. PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak
Piutang
3. PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang
bermasalah
4. PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42:
Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana
5. PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55
(1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing
PSAK yang disahkan 19 Februari 2010:
1. PSAK 19 (2010): Aset tidak berwujud
2. PSAK 14 (2010): Biaya Situs Web
3. PSAK 23 (2010): Pendapatan
4. PSAK 7 (2010): Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Berelasi
5. PSAK 22 (2010): Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010)
6. PSAK 10 (2010): Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret 2010
7. ISAK 13 (2010): Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri
Exposure Draft Public Hearing 27 April 2010
1. ED PSAK 24 (2010): Imbalan Kerja
2. ED PSAK 18 (2010): Program Manfaat Purnakarya
3. ED ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa (IFRIC 12)
4. ED ISAK 15: Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan
Interaksinya.
5. ED PSAK 3: Laporan Keuangan Interim
6. ED ISAK 17: Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai
Exposure Draft PSAK Public Hearing 14 Juli 2010
1. ED PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan
2. ED PSAK 50 (R 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian
3. ED PSAK 8 (R 2010): Peristiwa Setelah Tanggal Neraca
4. ED PSAK 53 (R 2010): Pembayaran Berbasis Saham
Exposure Draft PSAK Public Hearing 30 Agustus 2010
1. ED PSAK 46 (Revisi 2010) Pajak Pendapatan
2. ED PSAK 61: Akuntansi Hibah Pemerintah Dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah
3. ED PSAK 63: Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi
4. ED ISAK 18: Bantuan Pemerintah-Tidak Ada Relasi Specifik dengan Aktivitas
Operasi
5. ED ISAK 20: Pajak Penghasilan-Perubahan dalam Status Pajak Entitas atau Para
Pemegang Sahamnya
Kendala dalam harmonisasi PSAK ke dalam IFRS
1. Dewan Standar Akuntansi yang kekurangan sumber daya
2. IFRS berganti terlalu cepat sehingga ketika proses adopsi suatu standar IFRS masih
dilakukan, pihak IASB sudah dalam proses mengganti IFRS tersebut.
3. Kendala bahasa, karena setiap standar IFRS harus diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dan acapkali ini tidaklah mudah.
4. Infrastuktur profesi akuntan yang belum siap. Untuk mengadopsi IFRS banyak
metode akuntansi yang baru yang harus dipelajari lagi oleh para akuntan.
5. Kesiapan perguruan tinggi dan akuntan pendidik untuk berganti kiblat ke IFRS.
6. Support pemerintah terhadap issue konvergensi.
Manfaat Konvergensi IFRS secara umum adalah:
a. Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar
Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability).
b. Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
c. Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal
secara global.
d. Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
e. Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan antara lain, mengurangi kesempatan
untuk melakukan earning management
1. Reklasifikasi antar kelompok surat berharga (securities) dibatasi
cenderung dilarang.
2. Reklasifikasi dari dan ke FVTPL, DILARANG
3. Reklasifikasi dari L&R ke AFS, DILARANG
4. Tidak ada lagi extraordinary items
II. GAAP VS IFRS:
Terdapat beberapa contoh perbedaan-perbedaan yang signifikan untuk diketahui,
sebagaimana yang akan dibahas berikut ini:
a. Statemen Posisi keuangan ( sesuai IAS 1 & IAS 32)
Karakteristik Umum Laporan Keuangan :
1. Penyajian wajar dan kepatuhan pada SAK, Manajemen membuat pernyataan secara
eksplisit dan tanpa kecuali tentang kepatuhan terhadap SAK dalam catatan atas
laporan keuangan.
2. Kelangsungan usaha.
3. Dasar akrual.
4. Materialitas dan agregasi, Kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan adalah
material jika dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan keuangan.
Materialitas tergantung pada ukuran dan sifat dari kelalaian atau kesalahan.
5. Saling hapus , Tidak diperkenankan untuk saling hapus atas aset dan liabilitas atau
pendapatan dan beban, kecuali disyaratkan / diijinkan oleh PSAK.
6. Frekuensi pelaporan Tahunan
7. Informasi komparatif, Untuk kuantitatif maupun naratif. Jika terdapat penerapan
retrospektif atau reklasifikasi, maka laporan posisi keuangan permulaan periode
komparasi terawal harus disajikan.
8. Konsistensi penyajian
Berikut adalah perubahan komponen Laporan Keuangan yang lengkap:
Menurut IAS 1 atau PSAK 1 :
¡E Laporan Posisi Keuangan
¡E Laporan Laba Rugi Komprehensif
¡E Laporan Perubahan Ekuitas
¡E Laporan Arus Kas
¡E Catatan Atas Laporan Keuangan
¡E Laporan Posisi Keuangan awal (dalam hal penyajian kembali atau reklasifikasi)
Jika dibandingkan dengan PSAK 1 yang lama (1998), komponennya adalah sebagai berikut:
¡E Neraca
¡E Laporan Laba Rugi
¡E Laporan Perubahan Ekuitas
¡E Laporan Arus Kas
¡E Catatan Atas L aporan Keuangan
Setelah diamati ada perubahan dalam istilah yaitu Neraca menjadi Laporan Posisi Keuangan,
Laporan Laba Rugi menjadi Laporan Laba Rugi Komprehensif, dan tambahan Laporan Posisi
Keuangan awal (dalam hal penyajian kembali atau reklasifikasi).
b. Aset Tetap, dari segi pengakuan, pengukuran, pencatatan dan pelaporan.
Aset tetap telah diatur pada PSAK 16 atau dalam IAS 16, terkait dengan perbedaan dan
persamaan secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
TOPIK GAAP IAS 16
Pengakuan
Aktiva tetap diakui sebesar biaya
perolehan.
Sama
penentuan cost
Biaya perolehan mencakup semua
pengeluaran, termasuk administrasi dan
pengeluaran overhead umum, langsung
untuk membawa aset ke kondisi kerja bagi
perusahaan
dimaksudkan digunakan.
Sama
Aktiva tetap disusutkan selama masa
manfaat.
Sama
Tidak ada petunjuk khusus yang
berhubungan dengan
penyusutan suatu aset tetap peralatan yang
idle dan aset tidak lancar yang dimiliki
untuk dijual tidak disusutkan.
Suatu aset tetap disusutkan
meskipun aset tersebut idle/tidak
digunakan. Namun, aset tidak
lancar yang dimiliki untuk dijual
tidak disusutkan.
Masa manfaat, nilai sisa dan metode
penyusutan ditinjau secara berkala dengan
alasan yang jelas.
Masa manfaat, nilai sisa dan
metode penyusutan harus direview
minimum setiap tanggal neraca
(tiap tahun) dengan alasan pola
konsumsi atau pemanfaatan
ekonomi atas aset tersebut.
Perubahan pada masa manfaat suatu aktiva
dicatat
prospektif sebagai perubahan estimasi
akuntansi.
Sama
Ketika suatu aset tetap terdiri dari
komponen individu yang berbeda metode
atau tarif penyusutan yang sesuai, masingmasing
komponen dicatat secara terpisah
(komponen
akuntansi).
sama
Revaluasi
Umumnya, aset tetap tidak dapat dinilai
kembali ke fair value kecuali jika penilaian
kembali dilakukan berdasarkan peraturan
pemerintah.
Aktiva tetap dapat dinilai kembali
untuk fair value jika semua item di
kelas yang sama dinilai kembali
pada waktu yang sama dan
revaluasi disimpan up-to-date.
Impairment
Tidak ada panduan khusus tentang apakah
kompensasi atas kerugian atau penurunan
nilai dapat di-offset terhadap nilai tercatat
aktiva yang hilang atau
penurunan nilai.
Kompensasi atas kerugian atau
penurunan nilai tidak dapat offset
terhadap nilai tercatat aktiva yang
hilang atau turun.
Disposal
Keuntungan atau kerugian yang timbul dari
penghentian atau pelepasan suatu aktiva
tetap diakui sebagai keuntungan atau
kerugian dalam laporan laba rugi
Sama
c. Investasi Jangka Panjang pada Instrument Utang dan Ekuitas
Sebagaimana diatur dalam IAS 32 & 39 dan IFRS 7 & 9, maka secara ringkas dapat dilihat
pada perbedaan dan persamaan IFRS dengan GAAP, yaitu sebagai berikut:
1. IFRS dan GAAP untuk debt securities memiliki perlakuan akuntansi yang sama
2. IFRS dan GAAP menggunakan pengujian yang sama untuk menentukan apakah
methode equity digunakan yaitu berdasarkan pengaruh yg signifikan dg patokan lebih
dari 20% kepemilikan.
3. Reklasifikasi securities adalah sama antar keduanya.
4. Dasar konsolidasi, IFRS dan GAAP mendasarkan pada persentasi kepemilikan (50%)
5. IFRS dan GAAP sama dalam akuntansi untuk pemilihan Fair Value yaitu pilihan
menggunakan fair value harus dilakukan di awal pengakuan.
6. GAAP tidak mengizinkan reversal untuk beban impairment yang telah terjadi untuk
¡§available for sale debt and equity securities¡¨.
7. IFRS tidak mengizinkan hal yg sama untuk ¡§available for sale equity ¡¨, namun
mengizinkan reversal untuk ¡§available for sale debt securities¡¨ dan ¡§held-tomaturity
securities¡¨.
d. Laporan Keuangan Konsolidasian
Laporan keuangan konsolidasi menurut IFRS dan PSAK no 4 (revisi 2009) dan
perbedaannya dengan laporan keuangan konsolidasi menurut PSAK lama dan US GAAP
secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Materi/Hal GAAP IFRS
1 Teori konsolidasi
yang mendasari
Hal ini
mempengaruhi:
Teori perusahaan induk Teori entitas
pemaka
i utama laporan
keuangan
konsolidasi
Pemegang saham perusahaan
induk
Penyesu
aian dan
eliminasi
Pemegang saham entitas
konsolidasi (induk dan NCI)
Terbatas pada hak induk
(proporsional)
Baik hak induk maupun non
controlling interest
-
Perlakuan
terhadap laba
(rugi) hak
pemegang saham
minoritas
Biaya Bagian laba untuk NCI
-
Perlakuan
terhadap hak
pemegang saham
minoritas
(neraca)
Sebagai hutang Sebagai bagian ekuitas
2 Beberapa istilah
yang dipakai
Majority interest (hak
pemegang saham mayoritas)
Controlling interest
Minority interest Non Controlling interest
3 Dasar penyajian
aktiva dan hutang
perusahaan anak
Hak induk disajikan berdasar
nilai wajar sedangkan hak
PSM berdasar nilai buku
Semua berdasar nilai wajar
4 Gooodwill
-
Pengakuan
goodwill
Hanya mengakui goodwill hak
induk
Ada 2 pilihan yaitu (1) hanya
mengakui goodwill hak induk
(propor-sional) atau (2)
mengakui goodwill secara total.
-
Perlakuan
terhadap goodwill
Subyek amortisasi Bukan subyek amortisasi tetapi
subyek analisis penurunan nilai
(impairment analysist)
Terkait dengan pembahasan topik-topik lainnya, akan dibahas selanjutnya
dikesempatan yang berbeda.
III. Contoh Laporan Keuangan
Berikut adalah contoh penyajian laporan keuangan setelah IFRS:
a. Laporan Posisi Keuangan

b. Laporan Laba Rugi Komprehensif


PERKEMBANGAN AKUNTANSI INTERNASIONAL

PERKEMBANGAN AKUNTANSI INTERNASIONAL

Bersamaan dengan berkembangnya kesadaran terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan akuntansi, terdapat pula kenyataan bentuk-bentuk akuntansi yang berbeda pada tiap negara. Berbagai bentuk akuntansi tersebut tentu saja dapat diklasifikasikan berdasarkan perbedaan dan persamaan yang dimiliki. Klasifikasi akuntansi dan sistem pelaporan perlu dilakukan untuk melakukan deskripsi, analisa dan prediksi terhadap perkembangan sistem akuntansi. Tujuannya adalah untuk dapat membantu mengetahui sejauh mana suatu sistem mempunyai persamaan dan perbedaan. Bentuk-bentuk perkembangan sistem akuntansi suatu negara dibandingkan dengan yang lain serta kemungkinannya untuk berubah, dan alasan mengapa suatu sistem mempunyai pengaruh dominan dibandingkan dengan yang lain. Selain itu pengklasifikasian tersebut seharusnya juga dapat membantu pengambilan keputusan untuk menilai prospek dan problem dalam masalah harmonisasi internasional.
Klasifikasi Akuntansi dan Sistem Pelaporan
.

Badan Yang Mengatur, Membuat Standar aset & Pasar Modal di Negara :

1. Indonesia : Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)

2. Australia : The Australian Securities and Investment Commission (ASIC) – mengawasi dan mengatur market conduct dan perlindungan terhadap konsumen;

3. Amerika Serikat : the Securities Exchange Act

4. Hongkong : (SFC) Securities and Futures Commission

5. Jerman : Federal Financial Supervisory Authority (FFSA).

Persyaratan Umum Pencatatan di BEI

Calon emiten bisa mencatatkan sahamnya di Bursa, apabila telah memenuhi syarat berikut :

1. Pernyataan Pendaftaran Emisi telah dinyatakan Efektif oleh BAPEPAM-LK.

2. Khusus calon emiten yang bidang usahanya memerlukan ijin pengelolaan (seperti jalan tol, penguasaan hutan) harus memiliki ijin tersebut minimal 15 tahun.

3. Calon emiten yang merupakan anak perusahaan dan/atau induk perusahaan dari emiten yang sudah tercatat (listing) di BEI dimana calon emiten memberikan kontribusi pendapatan kepada emiten yang listing tersebut lebih dari 50% dari pendapatan konsolidasi, tidak diperkenankan tercatat di Bursa.

4. Persyaratan pencatatan awal yang berkaitan dengan hal finansial didasarkan pada laporan keuangan Auditan terakhir sebelum mengajukan permohonan pencatatan.